Sabtu, 05 Mei 2012

Pengalaman Mengikuti Seleksi IPDN bagian II (pra tes)




Dan petualangan yang sesungguhnya segera dimulai. Dari mana dulu ya? Duh bingung !@#$%^%&* :D!!! Maklumlah setahun yang lalu, jadi lupa-lupa ingat. Oke kita mulai dari melengkapi persyaratan administrasi. Mulai dari membuat surat keterangan sehat dari laboratorium kesehatan daerah. Jeng jeng jeng!!! Aku pergi ke LABKESDA ditemani temanku, biar lebih akrab aku sebut saja sahabat :D.  sebut saja Prasetyo, kami berdua meluncur dari sekolah dengan masih mengenakan PSAS (pakaian seragam asal sekolah) menuju LABKESDA dengan menunggang kuda besi tipe NF 100 SL atau sebut saja Supra fit. Sampai disana kami berkeliling mencari tempat pendaftraran. Setelah ketemu, kemudian kamu masuk dan disambut oleh dua orang ibu-ibu berakaian putih-putih, kami dipersilahkan duduk dan ditanyai ada keperluan apa, kami utarakan niat kami untuk minta surat tanda sehat untuk keperluan seleksi IPDN. Dia bilang “Oooh”, kemudian salah saatu dari mereka juga bilang bahwa saat itu lagi musim-musimnya minta surat keterangan sehat, ada yang buat ke AKPOL, maupun ke IPDN.
Seperti biasa, hal pertama yang dilakukan adalah mengisi formulir. Tadinya aku mengira test kesehatanya sederhana, hanya diukur tinggi, berat, tekanan darah, dan dapet deh suratnya, seperti saat permohonan surat keterangan sehat untuk sarat masuk SMA dan CAPASKA. Tapi dugaanku salah, kami diberi gelas kecil dari plastik, kemudian Ibu itu bilang,
“pipis disini” sambil menyerahkan kedua gelas itu.
Kami bengong, dan mungkin si Ibu itu berfikir kalau kami berfikir harus kencing ditempat itu juga, tentu kami malu (padahal kami tidak berfikir demikian). Kemudian seakan sudah mengerti, ibu itu bilang lagi.
“Toiletnya sebelah sana a!” sambil menunjukan arah.
Kemudian kami bilang,
“Oooooh, makasih bu”. Kami kemudian berjalan menuju arah yang ditunjuk ibu tersebut.
Toiletnya Cuma satu, jadi kami harus bergantian, akhirnya kami suit dan aku kalah, ya aku harus mengalah. Prasetyo masuk duluan, aku menunggu. Tapi setelah beberapa lama, lama sekali dia, apasih yang dia keluarkan??? Tak lama setelah aku berfikir begitu, keluarlah Prastyo, dan aku giliran masuk ke toilet. Setelah selesai, kami keluar dengan membawa urin masing-masing untuk diserahkan ke Ibu yang tadi, ada perasaan canggung dalam diriku, membayangkan memberikan urin kepada orang yang belum dikenal, tapi demi IPDN, aku lakukan saja. Hehe...
Aku kira selesai sampai disitu, ternyata tidak, tes selajutnya adalah test golongan darah. Aaaarrrght!!!! Ngeriiii... aku takut sekali dengan jarum, ibu itu memberi intruksi untuk menyerahkan jariku, dan dengan rasa terpaksa plus ngeri aku serahkan saja, aku ingat pepatah lama, “seorang lelaki harus bisa melawan rasa takutnya”. Dengan ekspresi sok jagoan aku serahkan jariku dan aku segera memalingkan muka tak mau melihat. Dan “krek” eksekusi itupun selesai, wah tidak sakit ternyata, aku saja yang terlalu berlebihan. Hasilnya golongan darahku A, aku sempat heran, tadinya aku mengira hasilnya akan O, aku sempat berfikir apakah mungkin sepasang manusia bergolongan darah O menghasilkan anak bergolongan darah A, kalau tidak mungkin, lantas aku anak siapa??? Namun segera aku buang pikiran negatif itu, pikiran tak penting. Haha...
Sembari menunggu hasil test, aku dan Prasetyo mengobrol ngaler ngidul, namun obrolan kami terhenti saat ada dua orang masuk. Seorang gadis cantik berbodi semok ditemani lelaki paruh baya, siapakah dia? Pacarnyakah? Ah tidak mungkin, paling juga ayahnya. Hehe.. gadis itu tinggi, dan bertubuh proporsional, aku bengong sejenak memandangnya seakan ada angin yang meniup rambutku dan ada yang memutar lagu sheila on 7, persis seperti adegan dalam Film yang aku lupa judulnya saat pemeran utamanya Duta So7 saat bertemu lawan mainya (ah lebay). Kemudian gadis itu tersenyum kearahku, dan memulai perbincangan,
“mau daftar ke IPDN ya?”
“iya teh, teteh juga?”
“iya, dari SMA mana de?”
“saya dari SMANSA teh, kalo teteh orang mana?”
“saya orang Bantarujeg, Cuma sekolahnya di SMAN 1 Jatinangor, saya tahun kemarin daftar ke IPDN, Cuma gagal di pantauhir, sekarang mau nyoba lagi”
“Ooooh, hebat atuh bisa sampai pantauhir, yaudah atuh semoga sukses tahun sekarang”.
“iya de, sama-masa. Hehe..”
Setelah perbincangan itu, hasil tesnya pun keluar, sebelum kami pergi, aku sempat mendengar perkataan si ibu yang mengukur tinggi badan gadis itu,
“155 cm”
Aku sedikit kaget, kok bisa gadis itu tingginya hanya 155 cm, sesaat kemudian aku sadar, wah ternyata hak sepatunya tinggi. Aduh-aduh... haha...  aku segera pamit kepada si Ibu dari Labkesda, gadis itu, dan lelaki itu, ah entah siapalah dia, aku tidak peduli. :D
Setelah surat sehat dari Labkesda, selanjutnya adalah SKCK (surat keterangan catatak kepolisian), dulu namanya surat kelakuan baik. Dengan orang yang sama, yaitu Prasetyo, aku meluncur ke Polres Majalengka dengan menggunakan kendaraan yang sama. Motor yang aku kemudiakan berjalan santai hingga sampai di depan pintu gerbang, kami dihadang oleh seorang polisi berbadan tegap, menyuruh kami berhenti dengan nada yang agak tinggi, aku kira kenapa, ternyata Prasetyo tidak memakai helm, dan dia harus turun. Hehe... untung bukan apa-apa, maap “EA” pak polisi.
Memasuki kantor polisi, kami bingung harus kemana, akhirnya kami menuju suatu ruangan yang mengurusi urusan pembuatan SKCK, darimana kami tau? Ya tau lah orang ada namanya diatas pintunya. Hehe.. setelah itu kami masuk, disana ada petugas berpakaian sipil,
“Pak, mau buat SKCK”
“Mana surat pengantar dari Sekolahnya?”
“emang harus da surat pengantar dari sekolah ya pak?’ dengan nada polos
“iyalah”
“oh yaudah saya bikin dulu pak”
Benar-benar polos sekali aku, dan aku memacu motorku dengan membonceng Prasetyo ke sekolah, aku buat surat pengantar dan kembali lagi ke Polres.
“Pak ini suratnya, oh iya, kalau KTPnya luar kabupaten bisa buat SKCK disini gak pak?”
Petugas itu menapatku tajam, dengan nada judes dia bilang
“kamu orang mana?”
“Subang pak”
“kalau orang Subang ya bikin di Subang, Bukan disini”
“Oh, yaudah makasih pak”
Aku pulang dengan dongkol, tapi tak apalah, masih bisa bikin di subang. Namun Prasetyo akhirnya menghentikan perjuanganya, dia merasa ragu, dan dia punya prinsip “kalau ragu, mending jangan sekalian”. Hebat sahabat, aku suka prinsipmu, tapi aku masih mau meneruskan perjuangan ini.
Namun, aku baru sadar kalau saat itu jadwal seleksi IPDN  berbentrokan dengan jadwal SNMPTN!!!!! Oh NOOOO!!! Mendadak aku jadi Andi Lau (bukan Andi Lau aktor mandarin, tapi antara dilema dan galau). Walaupun aku sangat terobsesi menjadi Praja IPDN, tapi aku tak mau bertindak bodoh dengan meninggalkan SNMPTN, apalagi saat itu aku sudah mempersiapkan diri menghadapi SNMPTN dengan mengikuli Les di Ganesha Opration, tak mungkin lah kesempatan masuk PTN pavorit ditinggalkan juga. Sebenarnya tidak Bentrok secara langsung, hanya saja jeda waktunya sangat dekat, hanya beberapa jam saja. Ya sama aja bentrok lah, waktunya pasti habis dijalan. Saat itu seleksi IPDN lebih dulu dari SNMPTN.
Hari hari kulalui dengan Andi Lau. Pertimbangan pun aku lakukan, setelah beberapa hari akhirnya dengan berat hati aku memutuskan, seleksi mana yang akan aku ikuti. Jeng jeng jeng!!!!! Karena pertimbangan aku lebih matang dalam mempersiapkan diri mengikuti SNMPTN, maka SNMPTN lah yang akan aku ikuti, berat sekali rasanya meninggalkan harapan untuk dapat menjadi Praja IPDN, bayangkan impian yang selama bertahu-tahun kalian pelihara harus kalian lepas begitu saja, gimana rasanya sob???
Namun sebagai orang beragama, tentu aku punya jurus yang sangat dahsyaaaat, jurus ini bisa membuat ketidak mungkinan menjadi mungkin, kalau kata iklan sprite zero sugar, “anything possible”. Ya, memang begutulah adanya, tidak ada yang tak mungkin bagi Allah, dan jurus itu adalaaaaaah??? Apa hayo? Ah kalian juga pasti sudah tau, jurus itu adalah do`a.  Luar biasa sekali kekuatan do`a itu sob. Setiap sehabis solat, doa yaang tidak putus-putusnya saat itu adalah doa untuk orang tua dan doa agar aku diberi kemudahan untuk dapat lulus seleksi IPDN,kalaupun IPDN gak lulus, atulaaaaaah SNMPTN mah harus lulus.
Ternyata, Allah sangat sayang padaku, doaku dijawab dengan sangat cepat. Saat itu sedang disekolah, SMAku tercinta, ada dua orang gadis cantik menghampiriku,
 “li kamu ikut test IPDN kan??? J
 “engga fi, jadwalnya bentrok, aku ikut SNMPTN aja” dengan nada yang lemas dan kurang semangat.
“wah kamu belum tau ya, jadwal IPDN kan diundur tesnya, jadi gak bentrok”
 “ah masa? Kamu serius?” dengan nada antusias
 “iya, J
 “Alhamdulillah” tapi gak sampe loncat-loncat ya.
Ada kebijakan dari pusat kalau seleksi IPDN diundur, mungkin panitia pusat kasian buat calon-calon orag-orang yang gak lulus dan memberi kesempatan mereka buat ikut SNPTN. Alhamdulillah ya rabb, aku sangat gembira dan semangatku kembali tercharge.

POLRES Subang tempatku membuat SKCK

Akhirnya, dari Majalengka aku pulang ke Subang untuk membuat SKCK serta mengisi persyaratan lain, aku mulai dari membuat keterangan ketua RT sampai Kades. Kemudian aku membuat SKCK, ternyata, membuat SKCK di Subang lebih rumit dari di Majalengka, kalau di Majalengka cukup surat pengantar dari sekolah, tapi di Subang harus ada surat pengantar dari Desa dan Polsek. Saat dalam proses pembuatan SKCK, ada lelaki yang mendekatiku, dia menawarkan kalau mau lulus seleksi IPDN harus menulis surat untuk Gubernur, dan mungkin karena aku terlalu terobsesi, aku percaya saja (bodohnya aku). Tapi untung aku tidak sempat melakukan hal bodoh itu. Setelah melalui proses panjang, singkat cerita SKCK pun keluar. Besoknya aku kembali lagi ke Majalengka, ah sungguh capeknya, Subang-Majalengka harus melewatu 2 kabupaten, Indramayu dan Sumedang.
Semua persyaratan sudah lengkap, siap untuk di setor ke BKD. Setelah di BKD, ternyata katanya ada yang kurang, surat keterangan mata sehat, dan surat dari RT tidak ada capnya. Sedangkan itu adalah hari terkhir penyetoran. Aku berfikir apakah aku harus kembali lagi ke Subang hanya untuk cap dari RT? Tapi petugas dari BKD memberiku saran untuk membuat saja cap RT ke tukang stample di pinggir jalan lagi pula jarang sekali ada RT yang punya cap RT, ya sekalian amal katanya. Akhirnya aku pergi untuk membuat stemple. Sampai disana, tempat stemple itu dijaga oleh orang tua, tapi belum terlalu tua juga siiih. Dan ternyata, saat itu juga sedang musim pembuatan cap RT, ya sama untuk daftar IPDN juga. Cap belum bisa diambil, harus nunggu dua jam katanya, karena pembuatanya oleh komputer, keren juga fikirku. Jadi aku tinggal saja sembari membuat surat kesehatan mata.
ini dia tukang stempel jalanan, mau bukin cap, pelat nomor dan lain-lain bisa disini.

Deadline pengumpulan persyaratan administrasi di BKD adalah pukul 15:00. Sebenarnya aku sedikit dongkol  karena hanya aku yang tidak mendapat sms jarkom untuk mengumpulkan surat keterangan sehat mata. Aku berfikir apa mungkin aku adalah pendaftar dari luar kabupaten, tapi aku segera menangkal pikiran negatif tersebut, mungkin meraka lupa, toh temanku juga dari Sumedang yang daftar kesana dapat info. Saat itu pukul 13:00, aku harus segera membuat surat keterangan sehat mata. Pergilah aku ke RSUD Majalengka, aku sempat pesimis di jalan, pasti sudah bagian mata sudah tutup. Tapi aku tak henti-hentinya berdoa. Sampai disana, benar saja, sudah tutup. Aku bingung, cemas setengah mati. Aku harus mengumpulkan berkas pukul 15:00 sedangkan persyaratan belum lengkap. Aku tertegun sebentar, pikiranku buntu, namun aku memotifasi diri, tak ada pikiran buntu bagi seorang lelaki. Akhirnya dengan sikap ksatria (cieeeelah) aku mendatangi kantor BKD.
Sampai disana, aku ceritakan kondisi yang terjadi, untunglah, aku disambut oleh bapak yang baik hati, belua menyarankan untuk mendatangi rumah praktek dr. Djoko yang berada dekat dengan RSUD. Dengan perasaan senang dan senyum lebar aku pamit untuk mendapatkan surat kunci itu. Sungguh luar biasa kekuatan doa. Saat tiba di rumah praktek itu, sepi sekali, aku mulai pesimis, namun setelah masuk ada dua orang disana, aku kira salah satunya dr. Djoko, tapi aku rasa tidak, tidak ada tampang seorang dokter dari kedua orang tersebut. Aku membayangkan dr. Djoko ini sebagai dokter yang gagah agak tua (terlihat dari namanya), baik hari dan ramah. Namun ternyata aku salah sedikit, dr Djoko ini agak sedikit judes, tapi bagaimana pun dokter ini adalah perantara yang menolongku, beliau berkata, kalau bukan kasian dengan yang Sleksi IPDN, tak sudi dia buka praktek. Hehe... makasih pa dokter. Setelah di tes, keluarlah suratnya. Namun hasilnya aku harus merogoh kocek agak dalam, Rp 120.000 pun melayang, tapi tak apa. Demi IPDN pikirku saat itu. Aku percaya, untuk sebuah hasil yang besar, perlu pengorbanan yang besar pula, maka saat aku merasa letih dengan pengorbananku, aku selalu termotivasi, pengorbanan yang besar=hasil yang besar. J
Setelah suratnya jadi, kini saatnya mengambil cap dari tukang stempel. Di sana, aku pun harus diuju lagi, aku harus merogoh kocek sebesar Rp 35.000. hehe... (lebay). Setelah itu, selesailah semua persyaratan. Lega rasanya, aku seera menuju kantor BKD untuk menyerahkan persyaratan. Sampai di sana, aku serahkan dengan senang hati, kemudian diberi sedikit pengarahan,  dan diberi tahu tanggal seleksi psikologi. aku resmi jadi Capra IPDN, Aku pun pulang dengan senyum lebar. :D
Beberapa hari sebelum seleksi, pihak BKD mengundang kami para Capra IPDN untuk menghadiri silaturahmi sekaligus pengarahan dan pemberian kartu peserta.karena orang tuaku tidak bisa hadir, aku ditemani oleh kakaku (bukan kakak kandung, melainkan suami dari kakaku yang merupakan anaknya kakak dari ibuku. Hihi... ayo pusing gak tuh), tampak juga disana tetanggaku, sebut saja Rahman, dia yang aku jagokan pasti lulus, selain punya kelebihan fisik, dia juga punya kakak yang sekarang bekerja di Pemerintah Provinsi Jabar di Bandung yang merupakan alumni IPDN sendiri. Ya setidaknya kan... hehe...
inilah aula kantor BKD kabupaten Majalengka, kurang lebihnya seperti inilah..

Di pertemuan tersebut, kami dihimbau bagi yang coba-coba agar mundur sebelum terlambat, jangan sampai menyia-nyiakan uang untuk biaya pendaftaran. Oh iya, biaya pendaftaran IPDN memang gratis, hanya saja kami harus merogoh kocek Rp 350.000 untuk biaya seleksi psikologi. Hhmmm.... tak apalah, berapasih??? Haha...... aku sempat nyobrol dengan kakaku itu, sebut saja Wahyu. Dia bilang bagaimana kalau kita berkunjung ke seorang Kiyai, dia orang pintar, dia punya ajian yang bisa kita pinta, jika kita punya ajian itu, maka orang yang bersalaman dengan kita akan merasa iba dan tunduk dengan kita. Sebagai seorang siswa yang masih polos, aku terkesima, ingin aku pergi menemui kiyai itu. tapi untunglah aku tidak sempat. Namun saat ini jika aku mengingat moment itu ingin tertawa sejadi-jadinya rasanya, bagaimana bisa. Haha... setelah menerina kartu seleksi, kami pun pulang. Tinggal menyiapkan diri menuju seleksi yang telah ditetapkan tanggalnya.
Sebelum seleksi, aku pergi ke Cirebon untuk SNMPTN (nanti aku ceritakan pengalamanku), setelah selesai, pulangnya kami mampir ke Grage mall, aku segera menuju Gramedia dan hunting buku-buku tentang tes psikologi, tak tanggung-tanggung, aku beli dua (jadi inget iklan yakult: kami minum dua). Waktu Pra Seleksi Psikologi aku lalui dengan berlatih buku Psikotes dan berdoa, doaku tetap saja sama seperti yang diatas. Hehe.... bersambung

3 komentar:

  1. alus a postingana.. aku jg smpe ktawa sndri pas baca tentng "ajian dari org pinter" :D
    trus akhr nya gmn ka yg di ipdn sm snmptn ny?

    BalasHapus
  2. snmptn kan seleksi lapor kak, sbmptn kali..

    BalasHapus