Dan
petualangan yang sesungguhnya segera dimulai. Dari mana dulu ya? Duh bingung
!@#$%^%&* :D!!! Maklumlah setahun yang lalu, jadi lupa-lupa ingat. Oke kita
mulai dari melengkapi persyaratan administrasi. Mulai dari membuat surat
keterangan sehat dari laboratorium kesehatan daerah. Jeng jeng jeng!!! Aku pergi
ke LABKESDA ditemani temanku, biar lebih akrab aku sebut saja sahabat :D. sebut saja Prasetyo, kami berdua meluncur
dari sekolah dengan masih mengenakan PSAS (pakaian seragam asal sekolah) menuju
LABKESDA dengan menunggang kuda besi tipe NF 100 SL atau sebut saja Supra fit.
Sampai disana kami berkeliling mencari tempat pendaftraran. Setelah ketemu,
kemudian kamu masuk dan disambut oleh dua orang ibu-ibu berakaian putih-putih,
kami dipersilahkan duduk dan ditanyai ada keperluan apa, kami utarakan niat kami
untuk minta surat tanda sehat untuk keperluan seleksi IPDN. Dia bilang “Oooh”,
kemudian salah saatu dari mereka juga bilang bahwa saat itu lagi musim-musimnya
minta surat keterangan sehat, ada yang buat ke AKPOL, maupun ke IPDN.
Seperti biasa,
hal pertama yang dilakukan adalah mengisi formulir. Tadinya aku mengira test
kesehatanya sederhana, hanya diukur tinggi, berat, tekanan darah, dan dapet deh
suratnya, seperti saat permohonan surat keterangan sehat untuk sarat masuk SMA
dan CAPASKA. Tapi dugaanku salah, kami diberi gelas kecil dari plastik,
kemudian Ibu itu bilang,
“pipis disini”
sambil menyerahkan kedua gelas itu.
Kami bengong,
dan mungkin si Ibu itu berfikir kalau kami berfikir harus kencing ditempat itu
juga, tentu kami malu (padahal kami tidak berfikir demikian). Kemudian seakan
sudah mengerti, ibu itu bilang lagi.
“Toiletnya
sebelah sana a!” sambil menunjukan arah.
Kemudian kami
bilang,
“Oooooh,
makasih bu”. Kami kemudian berjalan menuju arah yang ditunjuk ibu tersebut.
Toiletnya Cuma
satu, jadi kami harus bergantian, akhirnya kami suit dan aku kalah, ya aku
harus mengalah. Prasetyo masuk duluan, aku menunggu. Tapi setelah beberapa
lama, lama sekali dia, apasih yang dia keluarkan??? Tak lama setelah aku
berfikir begitu, keluarlah Prastyo, dan aku giliran masuk ke toilet. Setelah
selesai, kami keluar dengan membawa urin masing-masing untuk diserahkan ke Ibu
yang tadi, ada perasaan canggung dalam diriku, membayangkan memberikan urin
kepada orang yang belum dikenal, tapi demi IPDN, aku lakukan saja. Hehe...
Aku kira
selesai sampai disitu, ternyata tidak, tes selajutnya adalah test golongan
darah. Aaaarrrght!!!! Ngeriiii... aku takut sekali dengan jarum, ibu itu
memberi intruksi untuk menyerahkan jariku, dan dengan rasa terpaksa plus ngeri
aku serahkan saja, aku ingat pepatah lama, “seorang lelaki harus bisa melawan
rasa takutnya”. Dengan ekspresi sok jagoan aku serahkan jariku dan aku segera
memalingkan muka tak mau melihat. Dan “krek” eksekusi itupun selesai, wah tidak
sakit ternyata, aku saja yang terlalu berlebihan. Hasilnya golongan darahku A,
aku sempat heran, tadinya aku mengira hasilnya akan O, aku sempat berfikir
apakah mungkin sepasang manusia bergolongan darah O menghasilkan anak
bergolongan darah A, kalau tidak mungkin, lantas aku anak siapa??? Namun segera
aku buang pikiran negatif itu, pikiran tak penting. Haha...
Sembari
menunggu hasil test, aku dan Prasetyo mengobrol ngaler ngidul, namun obrolan
kami terhenti saat ada dua orang masuk. Seorang gadis cantik berbodi semok
ditemani lelaki paruh baya, siapakah dia? Pacarnyakah? Ah tidak mungkin, paling
juga ayahnya. Hehe.. gadis itu tinggi, dan bertubuh proporsional, aku bengong
sejenak memandangnya seakan ada angin yang meniup rambutku dan ada yang memutar
lagu sheila on 7, persis seperti adegan dalam Film yang aku lupa judulnya saat
pemeran utamanya Duta So7 saat bertemu lawan mainya (ah lebay). Kemudian gadis
itu tersenyum kearahku, dan memulai perbincangan,
“mau daftar ke
IPDN ya?”
“iya teh,
teteh juga?”
“iya, dari SMA
mana de?”
“saya dari
SMANSA teh, kalo teteh orang mana?”
“saya orang Bantarujeg,
Cuma sekolahnya di SMAN 1 Jatinangor, saya tahun kemarin daftar ke IPDN, Cuma
gagal di pantauhir, sekarang mau nyoba lagi”
“Ooooh, hebat
atuh bisa sampai pantauhir, yaudah atuh semoga sukses tahun sekarang”.
“iya de,
sama-masa. Hehe..”
Setelah
perbincangan itu, hasil tesnya pun keluar, sebelum kami pergi, aku sempat
mendengar perkataan si ibu yang mengukur tinggi badan gadis itu,
“155 cm”
Aku sedikit
kaget, kok bisa gadis itu tingginya hanya 155 cm, sesaat kemudian aku sadar,
wah ternyata hak sepatunya tinggi. Aduh-aduh... haha... aku segera pamit kepada si Ibu dari Labkesda,
gadis itu, dan lelaki itu, ah entah siapalah dia, aku tidak peduli. :D
Setelah surat
sehat dari Labkesda, selanjutnya adalah SKCK (surat keterangan catatak
kepolisian), dulu namanya surat kelakuan baik. Dengan orang yang sama, yaitu Prasetyo,
aku meluncur ke Polres Majalengka dengan menggunakan kendaraan yang sama. Motor
yang aku kemudiakan berjalan santai hingga sampai di depan pintu gerbang, kami
dihadang oleh seorang polisi berbadan tegap, menyuruh kami berhenti dengan nada
yang agak tinggi, aku kira kenapa, ternyata Prasetyo tidak memakai helm, dan
dia harus turun. Hehe... untung bukan apa-apa, maap “EA” pak polisi.
Memasuki
kantor polisi, kami bingung harus kemana, akhirnya kami menuju suatu ruangan
yang mengurusi urusan pembuatan SKCK, darimana kami tau? Ya tau lah orang ada
namanya diatas pintunya. Hehe.. setelah itu kami masuk, disana ada petugas
berpakaian sipil,
“Pak, mau buat
SKCK”
“Mana surat pengantar
dari Sekolahnya?”
“emang harus
da surat pengantar dari sekolah ya pak?’ dengan nada polos
“iyalah”
“oh yaudah
saya bikin dulu pak”
Benar-benar
polos sekali aku, dan aku memacu motorku dengan membonceng Prasetyo ke sekolah,
aku buat surat pengantar dan kembali lagi ke Polres.
“Pak ini
suratnya, oh iya, kalau KTPnya luar kabupaten bisa buat SKCK disini gak pak?”
Petugas itu
menapatku tajam, dengan nada judes dia bilang
“kamu orang
mana?”
“Subang pak”
“kalau orang
Subang ya bikin di Subang, Bukan disini”
“Oh, yaudah
makasih pak”
Aku pulang
dengan dongkol, tapi tak apalah, masih bisa bikin di subang. Namun Prasetyo
akhirnya menghentikan perjuanganya, dia merasa ragu, dan dia punya prinsip
“kalau ragu, mending jangan sekalian”. Hebat sahabat, aku suka prinsipmu, tapi
aku masih mau meneruskan perjuangan ini.
Namun, aku
baru sadar kalau saat itu jadwal seleksi IPDN
berbentrokan dengan jadwal SNMPTN!!!!! Oh NOOOO!!! Mendadak aku jadi
Andi Lau (bukan Andi Lau aktor mandarin, tapi antara dilema dan galau).
Walaupun aku sangat terobsesi menjadi Praja IPDN, tapi aku tak mau bertindak
bodoh dengan meninggalkan SNMPTN, apalagi saat itu aku sudah mempersiapkan diri
menghadapi SNMPTN dengan mengikuli Les di Ganesha Opration, tak mungkin lah
kesempatan masuk PTN pavorit ditinggalkan juga. Sebenarnya tidak Bentrok secara
langsung, hanya saja jeda waktunya sangat dekat, hanya beberapa jam saja. Ya
sama aja bentrok lah, waktunya pasti habis dijalan. Saat itu seleksi IPDN lebih
dulu dari SNMPTN.
Hari hari
kulalui dengan Andi Lau. Pertimbangan pun aku lakukan, setelah beberapa hari
akhirnya dengan berat hati aku memutuskan, seleksi mana yang akan aku ikuti.
Jeng jeng jeng!!!!! Karena pertimbangan aku lebih matang dalam mempersiapkan
diri mengikuti SNMPTN, maka SNMPTN lah yang akan aku ikuti, berat sekali
rasanya meninggalkan harapan untuk dapat menjadi Praja IPDN, bayangkan impian
yang selama bertahu-tahun kalian pelihara harus kalian lepas begitu saja,
gimana rasanya sob???
Namun sebagai
orang beragama, tentu aku punya jurus yang sangat dahsyaaaat, jurus ini bisa
membuat ketidak mungkinan menjadi mungkin, kalau kata iklan sprite zero sugar,
“anything possible”. Ya, memang begutulah adanya, tidak ada yang tak mungkin
bagi Allah, dan jurus itu adalaaaaaah??? Apa hayo? Ah kalian juga pasti sudah tau,
jurus itu adalah do`a. Luar biasa sekali
kekuatan do`a itu sob. Setiap sehabis solat, doa yaang tidak putus-putusnya saat
itu adalah doa untuk orang tua dan doa agar aku diberi kemudahan untuk dapat
lulus seleksi IPDN,kalaupun IPDN gak lulus, atulaaaaaah SNMPTN mah harus lulus.
Ternyata,
Allah sangat sayang padaku, doaku dijawab dengan sangat cepat. Saat itu sedang
disekolah, SMAku tercinta, ada dua orang gadis cantik menghampiriku,
“li kamu ikut test IPDN kan??? J”
“engga fi, jadwalnya bentrok, aku ikut SNMPTN
aja” dengan nada yang lemas dan kurang semangat.
“wah kamu
belum tau ya, jadwal IPDN kan diundur tesnya, jadi gak bentrok”
“ah masa? Kamu serius?” dengan nada antusias
“iya, J”
“Alhamdulillah” tapi gak sampe loncat-loncat
ya.
Ada kebijakan
dari pusat kalau seleksi IPDN diundur, mungkin panitia pusat kasian buat
calon-calon orag-orang yang gak lulus dan memberi kesempatan mereka buat ikut
SNPTN. Alhamdulillah ya rabb, aku sangat gembira dan semangatku kembali
tercharge.
POLRES Subang tempatku membuat SKCK
Akhirnya, dari
Majalengka aku pulang ke Subang untuk membuat SKCK serta mengisi persyaratan
lain, aku mulai dari membuat keterangan ketua RT sampai Kades. Kemudian aku
membuat SKCK, ternyata, membuat SKCK di Subang lebih rumit dari di Majalengka,
kalau di Majalengka cukup surat pengantar dari sekolah, tapi di Subang harus
ada surat pengantar dari Desa dan Polsek. Saat dalam proses pembuatan SKCK, ada
lelaki yang mendekatiku, dia menawarkan kalau mau lulus seleksi IPDN harus
menulis surat untuk Gubernur, dan mungkin karena aku terlalu terobsesi, aku
percaya saja (bodohnya aku). Tapi untung aku tidak sempat melakukan hal bodoh
itu. Setelah melalui proses panjang, singkat cerita SKCK pun keluar. Besoknya
aku kembali lagi ke Majalengka, ah sungguh capeknya, Subang-Majalengka harus
melewatu 2 kabupaten, Indramayu dan Sumedang.
Semua persyaratan
sudah lengkap, siap untuk di setor ke BKD. Setelah di BKD, ternyata katanya ada
yang kurang, surat keterangan mata sehat, dan surat dari RT tidak ada capnya.
Sedangkan itu adalah hari terkhir penyetoran. Aku berfikir apakah aku harus
kembali lagi ke Subang hanya untuk cap dari RT? Tapi petugas dari BKD memberiku
saran untuk membuat saja cap RT ke tukang stample di pinggir jalan lagi pula
jarang sekali ada RT yang punya cap RT, ya sekalian amal katanya. Akhirnya aku
pergi untuk membuat stemple. Sampai disana, tempat stemple itu dijaga oleh
orang tua, tapi belum terlalu tua juga siiih. Dan ternyata, saat itu juga
sedang musim pembuatan cap RT, ya sama untuk daftar IPDN juga. Cap belum bisa
diambil, harus nunggu dua jam katanya, karena pembuatanya oleh komputer, keren
juga fikirku. Jadi aku tinggal saja sembari membuat surat kesehatan mata.
ini dia tukang stempel jalanan, mau bukin cap, pelat nomor dan lain-lain bisa disini.
Deadline
pengumpulan persyaratan administrasi di BKD adalah pukul 15:00. Sebenarnya aku
sedikit dongkol karena hanya aku yang
tidak mendapat sms jarkom untuk mengumpulkan surat keterangan sehat mata. Aku
berfikir apa mungkin aku adalah pendaftar dari luar kabupaten, tapi aku segera
menangkal pikiran negatif tersebut, mungkin meraka lupa, toh temanku juga dari
Sumedang yang daftar kesana dapat info. Saat itu pukul 13:00, aku harus segera
membuat surat keterangan sehat mata. Pergilah aku ke RSUD Majalengka, aku
sempat pesimis di jalan, pasti sudah bagian mata sudah tutup. Tapi aku tak
henti-hentinya berdoa. Sampai disana, benar saja, sudah tutup. Aku bingung,
cemas setengah mati. Aku harus mengumpulkan berkas pukul 15:00 sedangkan
persyaratan belum lengkap. Aku tertegun sebentar, pikiranku buntu, namun aku
memotifasi diri, tak ada pikiran buntu bagi seorang lelaki. Akhirnya dengan
sikap ksatria (cieeeelah) aku mendatangi kantor BKD.
Sampai disana,
aku ceritakan kondisi yang terjadi, untunglah, aku disambut oleh bapak yang
baik hati, belua menyarankan untuk mendatangi rumah praktek dr. Djoko yang
berada dekat dengan RSUD. Dengan perasaan senang dan senyum lebar aku pamit
untuk mendapatkan surat kunci itu. Sungguh luar biasa kekuatan doa. Saat tiba
di rumah praktek itu, sepi sekali, aku mulai pesimis, namun setelah masuk ada
dua orang disana, aku kira salah satunya dr. Djoko, tapi aku rasa tidak, tidak
ada tampang seorang dokter dari kedua orang tersebut. Aku membayangkan dr.
Djoko ini sebagai dokter yang gagah agak tua (terlihat dari namanya), baik hari
dan ramah. Namun ternyata aku salah sedikit, dr Djoko ini agak sedikit judes,
tapi bagaimana pun dokter ini adalah perantara yang menolongku, beliau berkata,
kalau bukan kasian dengan yang Sleksi IPDN, tak sudi dia buka praktek. Hehe...
makasih pa dokter. Setelah di tes, keluarlah suratnya. Namun hasilnya aku harus
merogoh kocek agak dalam, Rp 120.000 pun melayang, tapi tak apa. Demi IPDN
pikirku saat itu. Aku percaya, untuk sebuah hasil yang besar, perlu pengorbanan
yang besar pula, maka saat aku merasa letih dengan pengorbananku, aku selalu
termotivasi, pengorbanan yang besar=hasil yang besar. J
Setelah
suratnya jadi, kini saatnya mengambil cap dari tukang stempel. Di sana, aku pun
harus diuju lagi, aku harus merogoh kocek sebesar Rp 35.000. hehe... (lebay).
Setelah itu, selesailah semua persyaratan. Lega rasanya, aku seera menuju
kantor BKD untuk menyerahkan persyaratan. Sampai di sana, aku serahkan dengan
senang hati, kemudian diberi sedikit pengarahan, dan diberi tahu tanggal seleksi psikologi. aku
resmi jadi Capra IPDN, Aku pun pulang dengan senyum lebar. :D
Beberapa hari
sebelum seleksi, pihak BKD mengundang kami para Capra IPDN untuk menghadiri
silaturahmi sekaligus pengarahan dan pemberian kartu peserta.karena orang tuaku
tidak bisa hadir, aku ditemani oleh kakaku (bukan kakak kandung, melainkan
suami dari kakaku yang merupakan anaknya kakak dari ibuku. Hihi... ayo pusing
gak tuh), tampak juga disana tetanggaku, sebut saja Rahman, dia yang aku
jagokan pasti lulus, selain punya kelebihan fisik, dia juga punya kakak yang
sekarang bekerja di Pemerintah Provinsi Jabar di Bandung yang merupakan alumni
IPDN sendiri. Ya setidaknya kan... hehe...
inilah aula kantor BKD kabupaten Majalengka, kurang lebihnya seperti inilah..
Di pertemuan
tersebut, kami dihimbau bagi yang coba-coba agar mundur sebelum terlambat,
jangan sampai menyia-nyiakan uang untuk biaya pendaftaran. Oh iya, biaya
pendaftaran IPDN memang gratis, hanya saja kami harus merogoh kocek Rp 350.000
untuk biaya seleksi psikologi. Hhmmm.... tak apalah, berapasih??? Haha......
aku sempat nyobrol dengan kakaku itu, sebut saja Wahyu. Dia bilang bagaimana
kalau kita berkunjung ke seorang Kiyai, dia orang pintar, dia punya ajian yang
bisa kita pinta, jika kita punya ajian itu, maka orang yang bersalaman dengan
kita akan merasa iba dan tunduk dengan kita. Sebagai seorang siswa yang masih
polos, aku terkesima, ingin aku pergi menemui kiyai itu. tapi untunglah aku
tidak sempat. Namun saat ini jika aku mengingat moment itu ingin tertawa
sejadi-jadinya rasanya, bagaimana bisa. Haha... setelah menerina kartu seleksi,
kami pun pulang. Tinggal menyiapkan diri menuju seleksi yang telah ditetapkan
tanggalnya.
Sebelum
seleksi, aku pergi ke Cirebon untuk SNMPTN (nanti aku ceritakan pengalamanku),
setelah selesai, pulangnya kami mampir ke Grage mall, aku segera menuju
Gramedia dan hunting buku-buku tentang tes psikologi, tak tanggung-tanggung,
aku beli dua (jadi inget iklan yakult: kami minum dua). Waktu Pra Seleksi
Psikologi aku lalui dengan berlatih buku Psikotes dan berdoa, doaku tetap saja
sama seperti yang diatas. Hehe.... bersambung
alus a postingana.. aku jg smpe ktawa sndri pas baca tentng "ajian dari org pinter" :D
BalasHapustrus akhr nya gmn ka yg di ipdn sm snmptn ny?
Ending nya gmn kak? Penasaran :D
BalasHapussnmptn kan seleksi lapor kak, sbmptn kali..
BalasHapus