Setelah
menunggu dan menunggu, akhirnya moment yang ditunggu-tunggu itu pun datang,
seleksi psikologi. Awalnya aku bingung dengan tempat tinggal sementara di
bandung selama mengikuti seleksi, kontak sana-sini sampai akhirnya aku
menghubungi DF, ya panggil saja Fauzi. Fauzi ternyata punya kerabat di Bandung,
dan dengan senang hati dia membolehkanku ikut bersamanya. Akhirnya
kebingunganku terjawab, aku akan berangkat bersama Fauzi.
Pendaftar dari
Kabupaten Majalengka saat itu cukup banyak, sekitar kurang lebih 60 orang. Yang
kemudian dibagi dua kelompok, Ksatria 1, dan Ksatria 2. Aku masuk kelompok
Ksatria 2. Walaupun Ksatria 2 bukan
berarti aku dinomor duakan, pikirku saat itu. kalau tidak salah, kuota IPDN
tiap tahunya adalah 1000 orang untuk
seluruh Indonesia, dan biasanya tiap kabupaten hanya ada yang lolos dua orang,
kali-laki dan perempuan. Coba banyangkan betapa sengitnya persainan yang ada,
dari sekitar 60 orang, yang lolos hanya dua orang, sesuatu yah!! Hehe.... tapi
tak apa, walaupun aku tak lulus, tapi setidaknya aku telah berusaha, aku telah
menjawab panggilan jiwaku, dan aku telah menebus rasa penasaranku. Dan itulah
sikap seorang laki-laki, ia tak akan pernah menyerah pada nasib, sebelum Allah
benar-benar menutup semua kesempatan dan membuka jalan lain,yang lebih indah
tentunya. J
Aku sudah
janjian dengan Fauzi, H-1 kami akan pergi ke Bandung untuk mengikuti seleksi.
Sebenarnya aku menjagokan Fauzi pasti lulus. Dengan Postur yang ideal, tinggi
175cm dengan berat badan proporsional, selain itu dia juga cerdas. Walaupun aku
sudah mendapat firasat tidak akan lulus seleksi, tapi bukan berati seleksi yang
aku ikuti hanya sekedar formalitas, hanya
sekedar menggugugurkan kewajiban karena telah membayar uang seleksi. Aku
tetap optimis dan bersungguh-sungguh. Fighting lah pokonya mah...
Hari itu
adalah hari yang dijanjikan, pagi-pagi kami akan menuju Bandung menggunakan
sepeda motor, aku mengendarai sepada motor
amanah dari orang tuaku, apa lagi kalau bukan si NF 100 SL, atau
selanjutnya kita sebut saja Supra fit. Kami janjian untuk bertemu di sekitar Bunderan Cigasong,
aku berangkat dari desa kelahiranku, yaitu “Sugar Happy”, sebenarnya itu bukan
nama desa sesungguhnya, itu sebutan lain untuk desaku, biar keren katanya. Nama
asli dari desaku adalah Kawunggirang, kemudian diplesetkan menjadi Sugar Happy,
kita lihat perbandinganya, Kawung=sugar dan girang=Happy, cupup maksa sih, tapi
kreatif lah, sebuah karya kreatif yang perlu diapresiasi. Sesampainya di
Buderan Cigasong, ternyata Fauzi sudah menunggu, dia tidak sendiri, dia
ditemani oleh seorang laki-laki yang tampak lebih tua dari kami, ah entahlah
siapanya Fauzi. Setelah lama ternyata aku tau laki-laki itu sering dipanggil
Abang, tapi bukan berarti dia abangnya Fauzi, soalnya teman-teman Abang juga
biasa memanggilnya Abang. Setelah basa-basi yang tak perlu akhiirnya
berangkatlah kami ke Bandung, kami akan berangkat dari Majalengka melewati
Kadipaten, Tomo, Sumedang, Jatinangor, dan Sampalah di Bandung. Di perjalanan
ternyata Abang mengmudikan motornya sangat cepat, aku sampai kewalahan
mengikuti jejaknya, mobil-mobil besar dia salip, tikungan-tikungan tajam ia
taklukan. Ngeri juga sih, mengingat banyak sekali riwayat kecelakaan di jalan
yang kami lalui, tapi aku tak punya pilihan lain selain mengimbangi permainan
motor Abang, yang ada dipikiranku saat itu adalah doa agar aku selamat.
Karena Abang
naik motor berdua dengan Fauzi, maka ketika capek Abang bergantian dengan
Fauzi, ngiri juga sih, ketika aku capek tidak ada yang mengambil alih kemudi,
tapi tak apa, pikirku saat itu, yang enting aku selamat sampai tujuan.
Sesampainya di Kota Bandung, ternyata kami berkeliling dulu, untuk mencari
tempat seleksi, yaitu RINDAM 3 Siliwangi, ah aku kira Abang sudah tau
tempatnya. Setelah berkeliling akhirnya ketemu lah tempatnya, dan itu artinya
kami hanya tinggal menuju tempat menginap untuk istirahat. Setelah itu kamipun
berkeliling lagi, tapi di jalan kami berhenti, ternyata Abang tidak tau harus
menumpang nginap dimana, ooooh noooo!!!! Setelah berunding sebentar akhirnya Abang
memutuskan untuk menginap di rumah Bibi ah lupa lagi aku namanya. Oke kita
sebut saja bibi Odah. Sebelum pergi ke rumah bibi Odah, tentunya Abang harus
mengontak beliau dulu dong. Sembari menunggu, pergilah kami ke daerah
Ciumbuleuit, di sana kami makan dulu, setelah makan kemudian kami
beristirahatrejenak di Mesjid yang tak jauh dari rumah makan tersebut. Kami
kemudian menunaikan solat ashar, ah subhanallah sejuknya mesjid itu, aku jadi
PW. Setelah selesai solat, aku sempat
bercanda bagaimana kalau kami menginnap saja di mesjid itu, tempatnya nyaman,
Fauzi pun tertawa. J
Setelah dirasa
cukup istirahat, ahkirnya kami bergegas menuju rumah bibi Odah, tak lupa Abang
menyiapkan oleh-oleh, atau apalah disebutnya, ya itulah budaya orang sunda.
Akhirnya sampailah kami di rumah bibi Odah, kami disambut hangat oleh beliau.
Itulah kenapa aku selalu bangga jadi orang sunda, aku suka budaya ramah
tamahnya. Bibi odah tentu mengerti kondisi kami saat itu, oleh karena itu
beliau mempersilahkan kami untuk beristirahat sembari menunjuk kamar yang
kosong untuk diisi di lantai dua. Kami pun menuju kamar tersebut untuk
beristirahat. Setelah menunaikan solat maghrib hingga isya, its time to take a
rest. Akua dan Fauzi sempat mengobrol tentang persiapan untuk besok, mengobrol
panjang lebar hingga akhirnya kami mengantuk. Sebelum tidur aku sempat melihat
pemandangan kota Bandung saat malam dari lantai dua, indah sekali. Hingga
akhirnya perasaan mengantuk membimbingku menuju tepat tidur, dan tidurlah aku.
Pagi-pagi
sekali sebelum solat shubuh aku terbangun, aku memang tidak bisa tertidur pulas
di tempat yang baru aku kenal. Waktu menunjukan masih lama menuju solat shubuh,
ah apa salahnya kalau aku gunakan saja untuk menunaikan sholat tahajud. Aku
mencoba untuk khusuk, walaupun hanya beberapa rokaat, tidak banyak. Setelah
solat, ini saatnya aku mengeluarkan jurus andalanku, berdoa. Aku berdoa degan
doa yang sama, doa untuk orang tua, doa agar aku dimudahkan dalam seleksi IPDN,
kalaupun gak lulus atulaaaaaah SNMPTN mah harus lulus. J setelah tiba waktu solat
shubuh, itu artinya kami harus bergegas, segera mandi dan mempersiapkan segala
sesuatunya. Dengan kondisiku saat itu, sebenarnya aku tidak siap untuk
mengikuti seleksi IPDN, kami masih kelelahan. Tapi apa mau dikata, Seleksi
didepan mata.
Akhirnya kami
membereskan tempat tidur, itulah sikap orang yang bertanggung jawab, sehabis
pake ya bereskan lagi dooong. J
kemudian kami pamit kepada bibi Odah, beliau sangat baik menyambut kami, tak
lupa kami ucapkan terima kasih. Setelah itu kami menuju RINDAM 3 Siliwangi, ah
ternyata muter-muter dulu, mana macet lagi. Dan hasilnya datang kesana kami
terlambat. Memasuki halaman RINDAM 3 Siliwangi, kami disambut oleh suara
terompet para prajurit yang sedang melaksanakan apel pagi. Dengan perasaan dag
dig dug kami bergegas mencari tempat seleksi. Yang seleksi saat itu tidak hanya
dari kabupaten Majalengka, tapi juga dari Tasikmalaya, Sukabumi, Garut dan aku
lupa lagi. J
setelah menemukan kelas, akhirnya kami mencari kelompok masing-masing, setelah
ketemu masuk lah aku, sewaktu memasuki pintu kelas Ksatria 2, semua matatertuju
padaku, kenapa? Apa yang salah? Baru Pertama liat orang telat? Serasa aku orang
paling aneh sedunia saja. Tapi tak apa, belum sampai aku menemukan tempat duduk
yang kosong, aku dipersilahkan pengawas untuk mencari kelas yang lain saja
karena kelas sudah penuh (yaaaaaaaah). Dengan dongkol dan bingung aku berjalan
mencari kelas lain. Bagaimana mungkin kelas yang telah dipesan dan ada nomor
pesertaku disana harus menghilang, aku tidk mengerti. Sambil berjalan, ternyata
Fauzi bernasib sama denganku, senyumkupun mengmbang, lumayan ada temen. Hehe...
setelah mencari ternyata kelas yang kosong adalah kelas Patriot 9, aku masuk
kesana dan disana sudah tampak anak-anak lain yang akan mengikuti seleksi juga.
Tapi ada yang ganjil, anak-anak ini teryata dari kabupaten yang berbeda-beda,
ada yang dari Garut, Tasik, Sukabumi dan kebupaten lain yang mengikuti seleksi
pada jadwal yang sama. Aku heran dan juga curiga, apakah kami ini anak-anak
buangan? Tapi ah aku gtak peduli.
RINDAM III Siliwangi, jangan liat orangnya gan. hehe...
Kemudian
masuklah pengawasnya. Pengawasnya adalah seorang ibu muda berambut cepak, bukan
cepak seperti laki-laki, yaudah untuk menghindari kesalahpahaman selanjutnya
kita sebut saja rambutnya sebahu. Dia memakai pakaian rapi ala seorang guru,
pakaiannya berwarna pink lho! Dari cara bicara, cara jalan, dan cara dia
menerangkan, aku yakin dia bukan orang sipil, mungkin dia tentara wanita atau
KOWAD. Setelah peraturanya dijelaskan, tiba saatnya untuk melakukan tes. Tes
demi tes aku lalui dengan ringan, namun aku merasa tes demi tes teras begitu
berat, makin lama-makin berat. Hingga akhirnya aku dihadapkan dengan tes koran.
Tes koran bukan berarti kita di tes membaca koran, tidak demikian. Dalam tes
ini kami diberi selembar kertas berukuran besar, sebesar koran mungkin. Mungkin
itulah kenapa disebut tes koran. Kertas besar itu semuanya berisi angka, ya
kkawan kertas itu berisi angka, semuanya tertutupi angka ukuran 12 atau 14
dalam MS Word. Pusing liatnya serasa mau muntah, apalagi aku sangat tidak suka
dengan angka. Tapi aku jalani saja. Cara pengisianya adalah dengan menjumlahkan
angka tersebut dari atas ke bawah namun waaktunya ditentukan, ketika waktunya
habis maka harus berhenti sejenak, kemudian mulai lagi dan seterusnya hiingga
waktu seleksi habis. Tes ini tarasa sangat berat bagiku, tapi tak apalah. Tes
ini bertujuan untuk menetahui kemampuan kita dalam menghadapi masalah,
kemampuan dalam menghadapi tekanan. Hingga akhirnya waktu seleksipun habis dan
kami semua dipersilahkan untuk meninggalkan kelas. Ta ada sesuatu yang ganjil,
kenapa kelas kami duluan yang keluar, padahal kelas kami mulai terakhir. Masuk
palinh ahir keluar paling awal. Mencurigakan dan menkhawatirkan. Ah masa bodo ah... serahkan saja semuanya
pada Allah, yang penting aku sudah berusaha maksimal.
Setelah itu
kami dikumpulkan di lapangan untuk diberi pengarahan, isinya tanggal
pelaksanaan seleksi kesamapataan dan kesehatan, beserta pengumunan kelulusan
seleksi psikologi. Setelh itu kami dipersilahkan untuk pulang. Aku juga sempat
melihat teteh-teteh semok orang Bantarujeg yang aku temui saat permohonan surat
kesehatan dari LABKESDA kabupaten Majalengka. Belakangan aku tau dia tidak
lulus seleksi untuk yang kedua kalinya, aku tau dia gak lulus soalnya peserta
yang lulus semuanya berasal dari SMAku, sedangkan dia bukan. Apakah dia akan
mencoba lagi atau tidak, entahlah. Hehe....
Kemudian kami pulang
denganperasaan tidak enak. Menyusuri jalan kecil kota Bandung dengan harapan
menghindari macet, tapi ternyata ban motor Abang pecah, yaaaaah tetap aja
perjalanan kami terganggu karena tempat tambal ban sangat jauh. Abang kemudian
mencari tambal ban sedangkan aku dan Fauzi menungu. Aku dan Fauzi hanya
termenung, sesekali tersenyum getir dan membahas kejadian tadi, intinya, kami
hanya bisa berdoa. Setelah lama menunggu akhirnya Abang datang juga, kemudian
kami melaju menuju kota angin Majalengka. Di Jatiangor kami mampir sebentar di
rumah teman Abang, Dia seorang polisi, masih muda dan belum menikah, di rumah
polisi itu ada dua orang temanya, yang tak lain adalah teman Abang juga. Dia
baik sekali menyambut kami, seakan pandangan miringku selama ini terhadap
polisi yang aku anggap angkuh dan sombong semuaya sirna. Si kakak polisi ini
baik sekali, seakan akan aku tidak merasa kalau dia polisi. Dari kecil aku
memang takut kepada polisi, maka dari itu aku ingin jadi polisi. Kakak polisi
itu memiliki kehidupan yang normal ketika sudah melepas seragamnya, dia bicara
layaknya anak muda, kesukaanya sama dengan anak muda lainya, dan dia juga masih
sering diingatkan oleh ayahnya seperti halnya anak muda lainya. Hihi...
Setelah
beristirahat dan solat, kami pun pamit. Kira-kira sekitar pukul 21:00 kami dari
Jatinangor. Kakak polisi itu menyaranka
agar kami menginap saja. Soalnya perjalanan menuju Majalengka lumayan jauh dan
jalanya juga rawan kecelakaan. Ngeri juga sih, tapi karena ada alasan bahwa
besok paginya aku an Fauzi ada urusan di sekolah, dengan terpaksa kami harus
pulang malam itu juga. Aku terpaksa harus melawan rasa takutku. Seperti biasa,
Abang menjalankan motornya dengan kencang, dan aku un harus membuntutinya dari
belakang. Yang ada dipikiranku saat itu hanyalah doa agar kami semua selamat
sampai tujuan. Serta tak lupa konsentrasi dan kewaspadaan. Letih sekali rasanya
badan ini, namun perjalanan masih jauh. Belum nyampe kota sumedang. Meski rame,
tapi jalanan teras horor bagiku, jalanan banyak tikungan dengan diselingi jalan
yang jelek serta di tengah hutan, tak lupa dipenuhi oleh bis-bis besar dan
kontainer besar. Karena sudah sangat lelah, maka rasa lelah itu sedikit
terbaikan, aku salip bis-bis besar dan kontainer besar itu, tak peduli waalau
di tikungan tajam sekalipun, pokoknya aku ingin segera sampai rumah dan
beristirahat.
Waktu terus
berjalan dan akhirnya kami tiba di bunderan cigasong, kami pamitan dan harus
berpisah. Abang dan Fauzi mengambil arah kiri menuju Rajagaluh, sedangkan aku
menuju arah kanan menuju Sugar Happy. Setelah sampai di rumah, ajaib, Rasa
kantuku mendadak hilang dan aku tidak bisa tidur. Apalagi di rumah itu hanya
adaaku sendiri, penghuni rumah semuanya sedang tidak ada. Kemudian handphoneku
bergetar, wah ada sms masuk daru Susan, kawan seperjuanganku di Brigade 19.
Susan bercerita tentang ayahnya yang sudah wafat dan perjuanganya menembus
kampus IPB, sedangkan aku bercerita perjuanganku tadi. Akhirnya waktu aku lalui
dengan smsan hingga akhirny kankuk menjemput kesadaranku. J
ini dia pakaian yang digunakan saat seleksi, seperti inilah kurang lebih. hehe...
lengkap banget kakak makasih infonya
BalasHapustolak angin anak