Sabtu, 05 Mei 2012

Pengalaman Mengikuti Seleksi IPDN bagian III (tes psikologi)


Setelah menunggu dan menunggu, akhirnya moment yang ditunggu-tunggu itu pun datang, seleksi psikologi. Awalnya aku bingung dengan tempat tinggal sementara di bandung selama mengikuti seleksi, kontak sana-sini sampai akhirnya aku menghubungi DF, ya panggil saja Fauzi. Fauzi ternyata punya kerabat di Bandung, dan dengan senang hati dia membolehkanku ikut bersamanya. Akhirnya kebingunganku terjawab, aku akan berangkat bersama Fauzi.
Pendaftar dari Kabupaten Majalengka saat itu cukup banyak, sekitar kurang lebih 60 orang. Yang kemudian dibagi dua kelompok, Ksatria 1, dan Ksatria 2. Aku masuk kelompok Ksatria 2.  Walaupun Ksatria 2 bukan berarti aku dinomor duakan, pikirku saat itu. kalau tidak salah, kuota IPDN tiap  tahunya adalah 1000 orang untuk seluruh Indonesia, dan biasanya tiap kabupaten hanya ada yang lolos dua orang, kali-laki dan perempuan. Coba banyangkan betapa sengitnya persainan yang ada, dari sekitar 60 orang, yang lolos hanya dua orang, sesuatu yah!! Hehe.... tapi tak apa, walaupun aku tak lulus, tapi setidaknya aku telah berusaha, aku telah menjawab panggilan jiwaku, dan aku telah menebus rasa penasaranku. Dan itulah sikap seorang laki-laki, ia tak akan pernah menyerah pada nasib, sebelum Allah benar-benar menutup semua kesempatan dan membuka jalan lain,yang lebih indah tentunya. J
Aku sudah janjian dengan Fauzi, H-1 kami akan pergi ke Bandung untuk mengikuti seleksi. Sebenarnya aku menjagokan Fauzi pasti lulus. Dengan Postur yang ideal, tinggi 175cm dengan berat badan proporsional, selain itu dia juga cerdas. Walaupun aku sudah mendapat firasat tidak akan lulus seleksi, tapi bukan berati seleksi yang aku ikuti hanya sekedar formalitas, hanya  sekedar menggugugurkan kewajiban karena telah membayar uang seleksi. Aku tetap optimis dan bersungguh-sungguh. Fighting lah pokonya mah...
Hari itu adalah hari yang dijanjikan, pagi-pagi kami akan menuju Bandung menggunakan sepeda motor, aku mengendarai sepada motor  amanah dari orang tuaku, apa lagi kalau bukan si NF 100 SL, atau selanjutnya kita sebut saja Supra fit. Kami janjian  untuk bertemu di sekitar Bunderan Cigasong, aku berangkat dari desa kelahiranku, yaitu “Sugar Happy”, sebenarnya itu bukan nama desa sesungguhnya, itu sebutan lain untuk desaku, biar keren katanya. Nama asli dari desaku adalah Kawunggirang, kemudian diplesetkan menjadi Sugar Happy, kita lihat perbandinganya, Kawung=sugar dan girang=Happy, cupup maksa sih, tapi kreatif lah, sebuah karya kreatif yang perlu diapresiasi. Sesampainya di Buderan Cigasong, ternyata Fauzi sudah menunggu, dia tidak sendiri, dia ditemani oleh seorang laki-laki yang tampak lebih tua dari kami, ah entahlah siapanya Fauzi. Setelah lama ternyata aku tau laki-laki itu sering dipanggil Abang, tapi bukan berarti dia abangnya Fauzi, soalnya teman-teman Abang juga biasa memanggilnya Abang. Setelah basa-basi yang tak perlu akhiirnya berangkatlah kami ke Bandung, kami akan berangkat dari Majalengka melewati Kadipaten, Tomo, Sumedang, Jatinangor, dan Sampalah di Bandung. Di perjalanan ternyata Abang mengmudikan motornya sangat cepat, aku sampai kewalahan mengikuti jejaknya, mobil-mobil besar dia salip, tikungan-tikungan tajam ia taklukan. Ngeri juga sih, mengingat banyak sekali riwayat kecelakaan di jalan yang kami lalui, tapi aku tak punya pilihan lain selain mengimbangi permainan motor Abang, yang ada dipikiranku saat itu adalah doa agar aku selamat.
Karena Abang naik motor berdua dengan Fauzi, maka ketika capek Abang bergantian dengan Fauzi, ngiri juga sih, ketika aku capek tidak ada yang mengambil alih kemudi, tapi tak apa, pikirku saat itu, yang enting aku selamat sampai tujuan. Sesampainya di Kota Bandung, ternyata kami berkeliling dulu, untuk mencari tempat seleksi, yaitu RINDAM 3 Siliwangi, ah aku kira Abang sudah tau tempatnya. Setelah berkeliling akhirnya ketemu lah tempatnya, dan itu artinya kami hanya tinggal menuju tempat menginap untuk istirahat. Setelah itu kamipun berkeliling lagi, tapi di jalan kami berhenti, ternyata Abang tidak tau harus menumpang nginap dimana, ooooh noooo!!!! Setelah berunding sebentar akhirnya Abang memutuskan untuk menginap di rumah Bibi ah lupa lagi aku namanya. Oke kita sebut saja bibi Odah. Sebelum pergi ke rumah bibi Odah, tentunya Abang harus mengontak beliau dulu dong. Sembari menunggu, pergilah kami ke daerah Ciumbuleuit, di sana kami makan dulu, setelah makan kemudian kami beristirahatrejenak di Mesjid yang tak jauh dari rumah makan tersebut. Kami kemudian menunaikan solat ashar, ah subhanallah sejuknya mesjid itu, aku jadi PW. Setelah selesai solat,  aku sempat bercanda bagaimana kalau kami menginnap saja di mesjid itu, tempatnya nyaman, Fauzi pun tertawa. J
Setelah dirasa cukup istirahat, ahkirnya kami bergegas menuju rumah bibi Odah, tak lupa Abang menyiapkan oleh-oleh, atau apalah disebutnya, ya itulah budaya orang sunda. Akhirnya sampailah kami di rumah bibi Odah, kami disambut hangat oleh beliau. Itulah kenapa aku selalu bangga jadi orang sunda, aku suka budaya ramah tamahnya. Bibi odah tentu mengerti kondisi kami saat itu, oleh karena itu beliau mempersilahkan kami untuk beristirahat sembari menunjuk kamar yang kosong untuk diisi di lantai dua. Kami pun menuju kamar tersebut untuk beristirahat. Setelah menunaikan solat maghrib hingga isya, its time to take a rest. Akua dan Fauzi sempat mengobrol tentang persiapan untuk besok, mengobrol panjang lebar hingga akhirnya kami mengantuk. Sebelum tidur aku sempat melihat pemandangan kota Bandung saat malam dari lantai dua, indah sekali. Hingga akhirnya perasaan mengantuk membimbingku menuju tepat tidur, dan tidurlah aku.
Pagi-pagi sekali sebelum solat shubuh aku terbangun, aku memang tidak bisa tertidur pulas di tempat yang baru aku kenal. Waktu menunjukan masih lama menuju solat shubuh, ah apa salahnya kalau aku gunakan saja untuk menunaikan sholat tahajud. Aku mencoba untuk khusuk, walaupun hanya beberapa rokaat, tidak banyak. Setelah solat, ini saatnya aku mengeluarkan jurus andalanku, berdoa. Aku berdoa degan doa yang sama, doa untuk orang tua, doa agar aku dimudahkan dalam seleksi IPDN, kalaupun gak lulus atulaaaaaah SNMPTN mah harus lulus. J setelah tiba waktu solat shubuh, itu artinya kami harus bergegas, segera mandi dan mempersiapkan segala sesuatunya. Dengan kondisiku saat itu, sebenarnya aku tidak siap untuk mengikuti seleksi IPDN, kami masih kelelahan. Tapi apa mau dikata, Seleksi didepan mata.
Akhirnya kami membereskan tempat tidur, itulah sikap orang yang bertanggung jawab, sehabis pake ya bereskan lagi dooong. J kemudian kami pamit kepada bibi Odah, beliau sangat baik menyambut kami, tak lupa kami ucapkan terima kasih. Setelah itu kami menuju RINDAM 3 Siliwangi, ah ternyata muter-muter dulu, mana macet lagi. Dan hasilnya datang kesana kami terlambat. Memasuki halaman RINDAM 3 Siliwangi, kami disambut oleh suara terompet para prajurit yang sedang melaksanakan apel pagi. Dengan perasaan dag dig dug kami bergegas mencari tempat seleksi. Yang seleksi saat itu tidak hanya dari kabupaten Majalengka, tapi juga dari Tasikmalaya, Sukabumi, Garut dan aku lupa lagi. J setelah menemukan kelas, akhirnya kami mencari kelompok masing-masing, setelah ketemu masuk lah aku, sewaktu memasuki pintu kelas Ksatria 2, semua matatertuju padaku, kenapa? Apa yang salah? Baru Pertama liat orang telat? Serasa aku orang paling aneh sedunia saja. Tapi tak apa, belum sampai aku menemukan tempat duduk yang kosong, aku dipersilahkan pengawas untuk mencari kelas yang lain saja karena kelas sudah penuh (yaaaaaaaah). Dengan dongkol dan bingung aku berjalan mencari kelas lain. Bagaimana mungkin kelas yang telah dipesan dan ada nomor pesertaku disana harus menghilang, aku tidk mengerti. Sambil berjalan, ternyata Fauzi bernasib sama denganku, senyumkupun mengmbang, lumayan ada temen. Hehe... setelah mencari ternyata kelas yang kosong adalah kelas Patriot 9, aku masuk kesana dan disana sudah tampak anak-anak lain yang akan mengikuti seleksi juga. Tapi ada yang ganjil, anak-anak ini teryata dari kabupaten yang berbeda-beda, ada yang dari Garut, Tasik, Sukabumi dan kebupaten lain yang mengikuti seleksi pada jadwal yang sama. Aku heran dan juga curiga, apakah kami ini anak-anak buangan? Tapi ah aku gtak peduli.

                            RINDAM III Siliwangi, jangan liat orangnya gan. hehe...

Kemudian masuklah pengawasnya. Pengawasnya adalah seorang ibu muda berambut cepak, bukan cepak seperti laki-laki, yaudah untuk menghindari kesalahpahaman selanjutnya kita sebut saja rambutnya sebahu. Dia memakai pakaian rapi ala seorang guru, pakaiannya berwarna pink lho! Dari cara bicara, cara jalan, dan cara dia menerangkan, aku yakin dia bukan orang sipil, mungkin dia tentara wanita atau KOWAD. Setelah peraturanya dijelaskan, tiba saatnya untuk melakukan tes. Tes demi tes aku lalui dengan ringan, namun aku merasa tes demi tes teras begitu berat, makin lama-makin berat. Hingga akhirnya aku dihadapkan dengan tes koran. Tes koran bukan berarti kita di tes membaca koran, tidak demikian. Dalam tes ini kami diberi selembar kertas berukuran besar, sebesar koran mungkin. Mungkin itulah kenapa disebut tes koran. Kertas besar itu semuanya berisi angka, ya kkawan kertas itu berisi angka, semuanya tertutupi angka ukuran 12 atau 14 dalam MS Word. Pusing liatnya serasa mau muntah, apalagi aku sangat tidak suka dengan angka. Tapi aku jalani saja. Cara pengisianya adalah dengan menjumlahkan angka tersebut dari atas ke bawah namun waaktunya ditentukan, ketika waktunya habis maka harus berhenti sejenak, kemudian mulai lagi dan seterusnya hiingga waktu seleksi habis. Tes ini tarasa sangat berat bagiku, tapi tak apalah. Tes ini bertujuan untuk menetahui kemampuan kita dalam menghadapi masalah, kemampuan dalam menghadapi tekanan. Hingga akhirnya waktu seleksipun habis dan kami semua dipersilahkan untuk meninggalkan kelas. Ta ada sesuatu yang ganjil, kenapa kelas kami duluan yang keluar, padahal kelas kami mulai terakhir. Masuk palinh ahir keluar paling awal. Mencurigakan dan menkhawatirkan.  Ah masa bodo ah... serahkan saja semuanya pada Allah, yang penting aku sudah berusaha maksimal.
Setelah itu kami dikumpulkan di lapangan untuk diberi pengarahan, isinya tanggal pelaksanaan seleksi kesamapataan dan kesehatan, beserta pengumunan kelulusan seleksi psikologi. Setelh itu kami dipersilahkan untuk pulang. Aku juga sempat melihat teteh-teteh semok orang Bantarujeg yang aku temui saat permohonan surat kesehatan dari LABKESDA kabupaten Majalengka. Belakangan aku tau dia tidak lulus seleksi untuk yang kedua kalinya, aku tau dia gak lulus soalnya peserta yang lulus semuanya berasal dari SMAku, sedangkan dia bukan. Apakah dia akan mencoba lagi atau tidak, entahlah. Hehe....
Kemudian kami pulang denganperasaan tidak enak. Menyusuri jalan kecil kota Bandung dengan harapan menghindari macet, tapi ternyata ban motor Abang pecah, yaaaaah tetap aja perjalanan kami terganggu karena tempat tambal ban sangat jauh. Abang kemudian mencari tambal ban sedangkan aku dan Fauzi menungu. Aku dan Fauzi hanya termenung, sesekali tersenyum getir dan membahas kejadian tadi, intinya, kami hanya bisa berdoa. Setelah lama menunggu akhirnya Abang datang juga, kemudian kami melaju menuju kota angin Majalengka. Di Jatiangor kami mampir sebentar di rumah teman Abang, Dia seorang polisi, masih muda dan belum menikah, di rumah polisi itu ada dua orang temanya, yang tak lain adalah teman Abang juga. Dia baik sekali menyambut kami, seakan pandangan miringku selama ini terhadap polisi yang aku anggap angkuh dan sombong semuaya sirna. Si kakak polisi ini baik sekali, seakan akan aku tidak merasa kalau dia polisi. Dari kecil aku memang takut kepada polisi, maka dari itu aku ingin jadi polisi. Kakak polisi itu memiliki kehidupan yang normal ketika sudah melepas seragamnya, dia bicara layaknya anak muda, kesukaanya sama dengan anak muda lainya, dan dia juga masih sering diingatkan oleh ayahnya seperti halnya anak muda lainya. Hihi...
Setelah beristirahat dan solat, kami pun pamit. Kira-kira sekitar pukul 21:00 kami dari Jatinangor.  Kakak polisi itu menyaranka agar kami menginap saja. Soalnya perjalanan menuju Majalengka lumayan jauh dan jalanya juga rawan kecelakaan. Ngeri juga sih, tapi karena ada alasan bahwa besok paginya aku an Fauzi ada urusan di sekolah, dengan terpaksa kami harus pulang malam itu juga. Aku terpaksa harus melawan rasa takutku. Seperti biasa, Abang menjalankan motornya dengan kencang, dan aku un harus membuntutinya dari belakang. Yang ada dipikiranku saat itu hanyalah doa agar kami semua selamat sampai tujuan. Serta tak lupa konsentrasi dan kewaspadaan. Letih sekali rasanya badan ini, namun perjalanan masih jauh. Belum nyampe kota sumedang. Meski rame, tapi jalanan teras horor bagiku, jalanan banyak tikungan dengan diselingi jalan yang jelek serta di tengah hutan, tak lupa dipenuhi oleh bis-bis besar dan kontainer besar. Karena sudah sangat lelah, maka rasa lelah itu sedikit terbaikan, aku salip bis-bis besar dan kontainer besar itu, tak peduli waalau di tikungan tajam sekalipun, pokoknya aku ingin segera sampai rumah dan beristirahat.
Waktu terus berjalan dan akhirnya kami tiba di bunderan cigasong, kami pamitan dan harus berpisah. Abang dan Fauzi mengambil arah kiri menuju Rajagaluh, sedangkan aku menuju arah kanan menuju Sugar Happy. Setelah sampai di rumah, ajaib, Rasa kantuku mendadak hilang dan aku tidak bisa tidur. Apalagi di rumah itu hanya adaaku sendiri, penghuni rumah semuanya sedang tidak ada. Kemudian handphoneku bergetar, wah ada sms masuk daru Susan, kawan seperjuanganku di Brigade 19. Susan bercerita tentang ayahnya yang sudah wafat dan perjuanganya menembus kampus IPB, sedangkan aku bercerita perjuanganku tadi. Akhirnya waktu aku lalui dengan smsan hingga akhirny kankuk menjemput kesadaranku. J    

ini dia pakaian yang digunakan saat seleksi, seperti inilah kurang lebih. hehe...

1 komentar: